![]() |
Betuk Layang-layang Tertua di Dunia |
Layang-Layang Tradisional dari Pulau Muna ini terbuat
dari daun kolope (daun gadung) yang telah kering kemudian dipotong-potong
ujung-ujungnya. Satu-persatu daun tersebut dijahit dengan lidi dari bamboo
sebagai rangka layangan, sementara talinya dari serat nanas hutan.
Permainan layang-layang (kaghati) oleh nenek moyang
masyarakat Muna telah dilakukan sejak 4 ribu tahun lalu. Hal ini berdasarkan
penelitian Wolfgang Bick 1997 di Muna. Wolfgang Bick merupakan orang Jerman dan
salah seorang Consultant of Kite Aerial Photography Scientific Use of Kite
Aerial Photography.
Dalam penelitiannya Wolfgang Bick melihat sendiri
tuliasan tangan manusia yang menggambarkan layang-layang dalam Gua Sugi Patani,
Desa Liangkobori. Di Situs prasejarah tersebut tergambar seseorang sedang
bermain layang-layang di dinding batunya dengan menggunakan tinta warna merah
dari oker (campuran tanah liat dan getah pohon). Gambar itu sudah coba
dihapus tetapi tidak bisa.
Penemuan Lukisan di Gua Sugi Patani dikatakan
Wolfgang Bick telah mematahkan klaim bahwa layangan pertama berasal dari China
pada 2.400 lalu. Layangan yang ditemukan di China menggunakan kain parasut dan
batang almunium. Sementara layangan dari Pulau Muna terbuat dari bahan alam dan
telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya.
Kepercayaan
Pada zaman dahulu, masyarakat Muna meyakini bahwa
layang-layang merupakan sarana penolong dan akan menaungi mereka dari sengatan
sinar matahari di hari kemudian setelah mereka meninggal dunia. Saat ini,
selain sebagai sarana olah raga dan rekreasi, layang-layang tetap diyakini
memiliki nilai yang sakral terutama pada upacara-upacara setelah masa panen.
Layang-layang biasanya menjadi sarana hiburan bagi masyarakat yang dinaikkan
sejak sore sampai pagi hari selama 7 hari 7 malam. Apabila layangan tersebut
tidak lagi dapat diturunkan, maka dibuatlah suatu upacara untuk memutuskan tali
layangan tersebut. Pada layangan tersebut digantungkan sesajen berupa ketupat
dan makanan lainnya. Niat yang terkandung dalam upacara tersebut adalah bahwa
seluruh halangan dan rintangan yang tidak baik (kesialan) terbawa bersama
layang-layang yang telah diputuskan.
Jenisnya
Pembuatan kaghati tidak mengikuti ukuran tertentu
tergantung pada selera pembuatnya dan siapa yang akan memainkan layangan
tersebut. Menurut bentuknya kaghati dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yang
telah dikenal secara umum oleh masyarakat daerah Muna :
- Bhangkura. Jenis ini berbentuk wajik dan merupakan jenis yang paling umum dibuat karena modelnya relatif sederhana. Panjang tiang vertical dan horizontal seimbang (sama). Pertengahan tiang horisontalnya diikat pada 1/5 bagian atas tiang vertical.
- Bhalampotu (Mantobua). Jenis ini memiliki tiang vetikal (kainere) lebih pendek dari tiang horizontal. (pani). Pertengahan tiang horisontalnya diikat pada 2/5 bagian atas kainere.
- Kasopa. Jenis ini bentuknya menyerupai Bhalampotu dimana tiang vertical lebih pendek dari tiang horizontal. Pertengahan tiang horizontal diikat pada kurang lebih 3/7 bagian atas tiang tiang vertical.
- Wantafotu. Jenis ini memiliki ciri khas tiang vertical lebih pendek dari tiang horizontal dengan menggunakan perbandingan 1 : 1.2. Pertengahan tiang horizontal diikat pada kurang lebih 5/9 bagian atas tiang vertical.
- Salabanga. Jenis ini bentuknya menyerupai wajik tetapi sisi-sisnya tidak terlalu berimbang seperti pada jenis bhangkura.
- Sopi Fotu. Jenis ini memiliki bentuk yang lebih lancip pada sisi atasnya dibanding jenis bangkura dan salabanga. Keunggulan jenis ini adalah kecepatan melayang/terbang di udara sangat tinggi.
Sumber : ensiklonesia.blogdetik.com
